Dalam beberapa tahun terakhir, kasus penjiplakan semakin marak di bidang Kekayaan Intelektual, terutama dalam hal Perlindungan Merek dimana lebih mudah membuat Merek dengan logo serupa milik pihak lain yang sudah lebih dulu ada ataupun terhadap Merek-merek yang sudah terdaftar lebih dulu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius akan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. Merek haruslah memiliki daya pembeda dengan Merek terdaftar lain agar dapat didaftarkan.
Merek yang didaftarkan tanpa daya pembeda berpotensi mengalami penolakan atas dasar persamaan pada pokoknya. Dalam Pasal 21 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis disebutkan bahwa permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan:
yang dimaksud dengan “persamaan pada pokoknya” adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur yang dominan antara Merek yang satu dengan Merek yang lain sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan, yang terdapat dalam Merek tersebut.
Dalam Podcast OKE KI di ajang INACRAFT 2025, Pemeriksa Merek Ahli Pertama, Firlangga, berpendapat bahwa pendaftaran KI berupa Merek produk bertujuan agar pemohon dapat memberikan lisensi kepada pihak lain yang ingin menggunakan produknya. Firlangga mengatakan “dalam memilih nama merek, pemohon dibebaskan mencari nama seunik mungkin, tetapi harus memperhatikan ketentuan pada UU tersebut. Jangan sampai bertentangan dengan ideologi negara, ketertiban, ataupun kata-kata yang vulgar.” Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Merek tidak dapat didaftar jika: bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan atau ketertiban umum; berkaitan dengan barang/jasa yang didaftarkan; memuat unsur yang menyesatkan; tidak memiliki daya pembeda; merupakan nama umum.
Firlangga menambahkan bahwa pemilihan kata-kata yang menerangkan jenis barang juga tidak diperkenankan, seperti mendaftarkan merek “restoran” pada usaha restoran, atau memilih kata yang dapat menyesatkan masyarakat terkait khasiat atau kualitas atas produk. “Yang tidak kalah pentingnya, jangan sampai merek yang diajukan memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar. Selain itu juga jangan mirip dengan singkatan dari nama-nama orang terkenal atau produk indikasi geografis. Jadi sangat penting bagi pemohon untuk melakukan penelusuran terlebih dahulu sebelum mendaftarkan,” tambah Firlangga.
Untuk menghindari penolakan dengan alasan persamaan pada pokoknya, pemohon Merek dapat melakukan penelusuran atau pengecekan Merek terlebih dahulu melalui laman https://pdki-indonesia.dgip.go.id/ milik Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Selain melakukan penelusuran Merek, pemohon Merek harus dapat menciptakan suatu logo yang memiliki daya pembeda dan bersifat original sebagai representasi Merek tersebut. Penciptaan logo original membantu pemohon Merek agar terhindar dari persamaan pada pokoknya dengan Merek lain sehingga Merek dapat lebih mudah Terdaftar. (Aisyah – 2025)